RUMUS/ MUTIFATOR
1.
Hidup tubuh karena nyawa,hidup nyawa karena Allah.
2.
Tahu hati karena tahu Ruh, tahu Ruh karena Allah.
3.
Kuasa anggota tubuh karena Ruh, kuasa Ruh karena
kuasa Allah.
4.
Berkehendak puad kerena berkehendak Ruh, berkehendak
Ruh karena berkehendak Allah.
5.
Mengdengar telinga karena mendengar Ruh, mendengar
Ruh karena mendengar Allah.
6.
Melihat mata karena melihat Ruh, melihat Ruh karena
melihat Allah.
7.
Berkata mulut karena berkata Ruh, berkata Ruh karena
berkata Allah.
Maka kita rumuskan pula tentang diri bathin itu
sebagai berikut dibawah ini :
1.
Wujud bathin,hakikatnya adalah wujud Allah.kepada
kita jadi Rahasia. Maksudnya tentang Zat Tuhan itu tidak dapat dilihat dan
diraba, hanya dengan nur iman dan dirasakan oleh sinar hati. Inilah yang
dimaksud oleh hadits yang berbunyi : Al insanu sirri wa ana sirrohu.
Artinya : insane itu rahasiaku , dan akupun rahasianya.
2.
Ilmu bathin, hakikatnya adalah sifat Allah, yang
kepada kita menjadi nyawa/Ruh. Dan ruh itulah tempat majhor sifat-sifat Allah.
Hingga dia kuasa memerintahkan jasad dan lain2nya.
3.
Nur bathin, hakikatnya Asma Allah, yang kepada kita
menjadi hati. Maksudnya hati itu adalah tempat majhor daripada Asma Allah.
4.
Syuhud bathin, hakikatnya adalah Afal Allah, yang
kepada kita menjadi batang tubuh. Maksunya batang tubuh kita ini adalah tempat
majhor dan tempat nyata perbuatan Allah. Jalannya adalah bahwa segala amal
usaha lahir yang dilakukan ole manusia. Tapi pada hakikatnya dan pada bathinnya
adalah semata-mata perbuatan Allah.
Maka hal itu dinamakan penyaksian Bathin. Karena
amal usaha jahir itulah yang membuktikan perbuatan bathin. Itulah yang member
bekas, kerena terjadi dari sifat bathin, yang tidak bias lepas dari ujudnya :
yakni Zatnya yang maha kuasa. Demikianlah yang dinamakan tauhidul Zat, tauhidul
Sifat, tuahidul Asma, tauhidul Af’al. maka melihat sesuatu apa saja perbuatan
Allah.
Maka dengan demikian fana lah yang lain : yakni ujud
lahir dan sifat lahir,dikala itu tidak ada yang ada kecuali bathin. Maka
sekaran bathinlah yang melihat bathin/melihat gerakan Zat. Dari itu maka
jelaslah sekarang kepada kita bahwa yang memandang ia yang memandang. Dan kalau sudah mantap
pandangan ini, dengan sendirinya naiklah ke makam baqabillah. Karena pada makam
ini seperti ucapan ahli tasawuf, BAQA itu ialah daripada Allah, dan dengan
Allah.
Cara pandangan itu ada dua macam,pertama :
SYUHUDUL WAHDAH FIL KASRAH artinya : memandang yang
satu kepada yang banyak. Dimana pokok pandangan dimulai dari syuhud bathin,
naik kepada Nur bathin, dan kepada ilmu bathin. Dan akhirnya sampai kepada ujud
bathin.
Pandangan kedua ialah : SYUHUDUL KASRAH FIL WAHDAH,
Artinya : memandang banyak kepada yang satu. Pandangan ini dimulai pada pangkal
pertama yakni ujud bathin yang hakikatnya Zat semata-mata dan Zat yang satu
itulah yang menerbitkan ilmu bathin ; yakni Sifat. Dan juga Nur bathin yakni
Asma. Bahkan syuhud bathin yakni Af’al. maka apabila yang banyak itu berasal
dari yang satu :akhirnya akan kembali juga kepada yang satu. Dan apabila
sekarang kita sudah kembalikan,maka tidak ada lagi ujud kecuali Allah semata.
Tamsil, cahaya terang itu adalah permulaan dari sinar matahari,yang disebut
siang. Sebelum itu didapat, lebih dahulu yang dipandang itu adalah cahayanya
yang terang tersebut. Kemudian baru sinar yang menerangi itu, sinar itu
menyatakan cahaya matahari. Meskipun tidak tampak, karena sinar itu tidak lepas
dari matahari. Bahkan cahaya terang itu juga menyatakan adanya matahari, karena
datang dari sinar yang ada pada matahari tersebut.
Maka apabila sudah lenyap dan fana segala yang lain
daripada Allah Ta’ala dan sudah lenyap segala sifat-sifat kejadian,yakni majhor
kenyataan,maka akan tercapailah makam baqa ; yang disebut juga makam tajali
atau Nampak, makam Zuhur atau nyata; yang menghasilkan pandangan :
MA RAYTU SYAI’A ILLA WAROITULLAH MA’AH Artinya :
tidak aku lihat sesuatu, yang Nampak bagiku Allah besertanya.
MA RAYTU SYAI’A ILLA WAROITULLAH QABLAH Artinya :
tidak aku lihat sesuatu, kecuali yang Nampak bagiku Allah sebelumnya.
MA RAYTU SYAI’A ILLA WAROITULLAH BA’DAH Artinya :
tidak aku lihat sesuatu, yang Nampak bagiku Allah sesudahnya.
MA RAYTU SYAI’A ILLA WAROITULLAH FI’IH Artinya :
tidak aku lihat sesuatu, kecuali yang Nampak bagiku Allah dalamnya.
Demikianlah makam yang dicari setelah melewati fana
dan fana ul fana.
Adapun yang dimaksud dengan fana oleh ahli tasawuf
ialah : lenyapnya perasaan hamba dari nafsu basyariah,yakni segala sifat-sifat
ke-ia-an dan ke akuan dari kemanusiaan,sudah takluk pada tuhannya, maka jadilah
ia baqa dengan Allah Ta’ala.
Pertanyaan yang kedua adalah tentang diri.
Kapankah datangnya dan kapan pula kembalinya?
Jawabnya ialah : bahwa diri bathin itu datang kedunia ini adalah setelah adanya
jasad,sesuai dengan firman Allah : yang
artinya ; kemudian kami sempurnakan jasad itu, lalu ditiupkan roh
kepadanya.
Dan pertanyaan yang ketiga dan yang ke-empat ialah :
Darimana diri itu datangnya den kemana pula
kembalinya, serta apa maksud datang kedunia ini?
Jawabnya ialah : datangnya dari Allah dan kembalinya
kepada Allah,adapun maksud datang kedunia ini adalah dengan jasad sebagai
alatnya.
Karena sudah dijelaskan fasal yang lewat : yaitu
laksana kuda tungganganya dengan penunggangnya. Kuda ditamsilkan sebagai jasad.
Dan Roh sebagai penunggangnya. Pada fasal yang lalu sudah kita jelaskan bahwa
perjalanan salik dalam mencari dan mengenal Zat Allah itu adalah dimulai dari
bawah hingga kepada keatas atau yang disebut TARRAQI : misalnya dimulai dari
tauhidul asma, tauhidul sifat, tauhidul af’al dan tauhidul Zat sampai kepada
LA’MAUJUDA BIHAQQIN ILLALLAH, artinya : Tidak ada yang ada kecuali dia jua yang
ada.
Sekarang kita mengambil dalil dari pada kaum sufi
yaitu sudah dimufakati ber-sama bahwa : segala sesuatu selain Allah pada
hakikatnya tidak ada,dengan kata lain semua itu tidak dapat dikatakan ada,
sebagai adanya tuhan.
Disini hamba katakan bahwa semua itu Allah dan Allah
itu semuanya. Ujud alam ain ujud Allah dan Ujud Allah ain ujud alam. Allah
itulah hakikat Alam : maka wajarlah kita ini dengan Zat Allah atau Ujud Allah
(rahasia Allah).
Berkata ABU HASSAN AS SYAZALI r.a Bahwa ; melihat
Allah itu dengan penglihatan iman dan yakin, ini lebih kaya daripada melihat
dalil-dalil. Lebih baik kita katakana bahwa; kita tidak akan melihat alam, dan
andaikata ada juga, maka penglihatan itu atau penglihatan aribillah itu tak
ubahnya laksana melihat debu terbang diangkasa yang pada penglihatan ada,
tapi/namun dicari tak ada,artinya : tak dapat menangkapnya. Itulah perjalanan
aribillah atau wali Allah ; yang telah sampai kepda makam fana dan makam baqa.
No comments:
Post a Comment