Pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah
Dari segi bahasa, ahlussunnah
berarti penganut sunnah Nabi, sedangkan ahlul jama’ah berarti penganut
kepercayaan jama’ah para sahabat Nabi. Karena itu, kaum “Ahlussunnah wal
Jama’ah” (ahl al-sunnah wa al-jamâ’ah) adalah kaum yang menganut
kepercayaan yang dianut oleh Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya.
Kepercayaan Nabi dan sahabat-sahabatnya itu telah termaktub dalam
al-Qur’an dan sunnah Nabi secara terpencar-pencar, yang kemudian
dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama besar, yaitu
Syeikh Abu al-Hasan al-Asy’ari (lahir di Basrah tahun 260 H dan wafat di
kota yang sama pada tahun 324 H dalam usia 64 tahun).
Menurut Dr.
Jalal Muhammad Musa dalam karyanya Nasy’ah al-Asy’âriyyah wa
Tathawwurihâ, istilah Ahlussunnah wal Jama’ah (Ahlussunnah wal Jama’ah)
mengandung dua konotasi, ‘âmm (umum/global) dan khâshsh (spesifik).
Dalam makna ‘âmm, Ahlussunnah wal Jama’ah adalah pembanding Syi’ah,
termasuk Mu’tazilah dan kelompok lainnya, sedangkan makna khâshsh-nya
adalah kelompok Asy’ariyah (pengikut mazhab Imam Abu al-Hasan
al-Asy’ari) dalam pemikiran kalam.
Dr. Ahmad ‘Abd Allah
At-Thayyar dan Dr. Mubarak Hasan Husayn dari Universitas Al-Azhar
mengatakan bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk Allah Swt., dan mengikuti sunnah Rasul, serta
mengamalkan ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah secara
praktik dan menggunakannya sebagai manhaj (jalan pikiran) dan tingkah
laku dalam kehidupan sehari-hari.
... وما أتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا..
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. al-Hasyr: 7).
Dengan arti seperti di atas, apa yang masuk dalam kelompok Ahlussunnah
wal Jama’ah, pertama-tama adalah para sahabat Nabi, para tabi’in dan
tabiit-tabi’in, serta semua orang yang mengikuti jalan Nabi Muhammad
Saw. sampai hari kiamat kelak.
Al-Ustadz Abu al-Faidl ibn
al-Syaikh ‘Abd al-Syakur al-Sanori dalam karyanya kitab al-Kawâkib
al-Lammâ’ah fî Tahqîq al-Musammâ bi ahl al-Sunnah wa al-Jamâ’ah’
menyebut Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai kelompok atau golongan yang
senantiasa setia mengikuti sunnah Nabi Saw., dan petunjuk para
sahabatnya dalam akidah, amaliah fisik (fiqh) dan akhlak batin
(tashawwuf). Kelompok itu meliputi ulama kalam (mutakallimûn), ahli
fikih (fuqahâ) dan ahli hadits (muhadditsûn) serta ulama tashawuf
(shûfiyyah).
Jadi, pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah menurut
‘urf khâshsh (adat kebisaaan) adalah kelompok muhadditsin, shufiyah,
Asy’ariyah dan Maturidiyah. Pengikut mereka inilah yang kemudian juga
dapat disebut Ahlussunnah wal Jama’ah, dan selainnya tidak, dalam
konteks ‘urf khâshsh tadi. Adapun menurut pengertian ‘âmm Ahlussunnah
wal Jama’ah adalah kelompok atau golongan yang senantiasa setia
melaksanakan sunnah Nabi Saw. dan petunjuk para sahabatnya. Dengan kata
lain, substansi Ahlussunnah wal Jama’ah adalah mereka yang memurnikan
sunnah, sedangkan lawannya adalah ahli bid’ah (ahl al-bid’ah).
Ahmad Amin dalam Zhuhr al-Islâm, juga menjelaskan bahwa sunnah dalam
istilah ahl al-sunnah berarti hadis. Oleh karena itu, berbeda dengan
kaum Mu’tazilah, Ahlussunnah percaya terhadap hadis-hadis sahih, tanpa
harus memilih dan menginterpretasikannya. Adapun Jamâ’ah, dalam
pandangan al-Mahbubi, adalah umumnya/mayoritas umat Islam (‘âmmah
al-muslimîn) serta jumlah besar dan khalayak ramai (al-jamâ’ah al-katsîr
wa al-sawâd al-a’zham). Secara lebih terperinci, al-Baghdadi menegaskan
bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah terdiri dari 8 (delapan) kelompok besar,
yaitu: mutakallimin, fuqaha, ahli hadis, ahli bahasa, ahli qira’at, sufi
atau zahid, mujahid, dan masyarakat awam yang berdiri di bawah
panji-panji Ahlussunnah wal Jama’ah. (4
Dua definisi ini
menggambarkan adanya definisi yang bersifat terminologis (ishthilâhiy)
dan definisi yang bersifat substantif. Ini artinya, dalam istilah
Ahlussunnah wal Jama’ah ada aspek jawhar atau hakekat dan ada aspek
‘ardl atau formal. Dalam dua aspek ini, apa yang mendasar adalah aspek
jawhar-nya, sedangkan aspek ‘ardl-nya dapat mengalami revitalisasi dan
pembaruan, karena terkait dengan faktor historis.
Seperti diketahui,
istilah Ahlussunnah wal Jama’ah muncul berkaitan dengan hadirnya
mazhab-mazhab, sehingga ketika hasil pemikiran mazhab yang bersifat
relatif, atau tidak absolut itu mengalami revitalisasi, maka pengertian
Ahlussunnah wal Jama’ah pun harus dikembalikan kepada arti substansinya.
Pengertian substansi Ahlussunnah wal Jama’ah dalam konteks akidah
adalah paham yang membendung paham akidah Syi’ah (dalam konteks historis
juga paham akidah Mu’tazilah) yang dinilai sebagai kelompok bid’ah,
yakni kelompok yang melakukan penyimpangan dalam agama karena lebih
mengutamakan akal dari pada naql (Qur’an) dalam merumuskan paham
keagamaan Islamnya.
Dengan demikian, pengertian Ahlussunnah wal
Jama’ah secara substantif adalah kelompok yang setia terhadap sunnah,
dengan menggunakan manhaj berpikir mendahulukan nashsh daripada akal.
Sebagai gerakan, sebelum diinstitusikan dalam bentuk mazhab, kelompok
ini melakukan pembaruan paham keagamaan Islam agar sesuai dengan sunnah
atau ajaran murni Islam (purifikasi), sehingga orang Barat menyebut
Ahlussunnah wal Jama’ah dengan orthodox Sunni school. Di antara kelompok
yang berhasil melakukan pembaruan seperti ini adalah pengikut Imam
al-Asy’ari (Asy’ariyah).
No comments:
Post a Comment