Wednesday, 18 May 2016
Friday, 18 March 2016
TAUHIDUL ZAT ME-ESAKAN ALLAH TA’ALA PADA ZAT
TAUHIDUL ZAT
ME-ESAKAN ALLAH TA’ALA PADA ZAT
Meesakan
Allah Ta’ala pada zat adalah jalan yang terakhir dari perjalan seorang salik. Disnilah
titik terahir bagi arifibillah untuk
menuju Allah dan disini perhentian perjalanan kaum sufi dan para wali-wali.
Dan
disinilah batasnya mi’rojnya orang-orang mukmin sejati. Apabila sudah mencapai
kepada makam tauhidul zat itu,maka diperolehnya kelezatan dan kenikmatan yang
tiada taranya.
Hanya
dengan itulah yang dapat memuaskan dahaga jiwanya : menenangkan
qalbunya,nikmat-nikmat yang tak dapat diperoleh orang lainnya. Inilah puncak
rasa menikmati ridhonya : puncak kebahagiaan yang kekal dan abadi sepanjang
masa. Bermula kaifiat atau cara meesakan Allah Ta’ala pada zatnya, yaitu :
engkau pandang dengan mata hatimu dan curahkan seluruh perhatianmu itu
semata-mata kepada Tuhan seru sekalian alam. Karena sudah nyata kepada kita
bahwa : TIADA YANG MAUJUD DALAM ALAM
INI,KECUALI ALLAH. DAN TIADA MAUJUD YANG DALAM UJUD INI,HANYA ALLAH. TIADA/TIDAK DALAM JUBAH MELAINKAN ALLAH. DAN
TIDAK ADA DIDALAM YANG ADA INI,KECUALI DIA. Karena sudah jelas bagi
arifibillah,bahwa : AL HAK ADA PADA NABI
KITA MUHAMMAD S.A.W.
Kalau
alhak ada pada nabi,demikianlah ada pada kita. Demikianlah hamba tambahkan
supaya anda menjadi faham,dan supaya dapat melaksanakan tugas masing-masing.
Firman
Allah Ta’ala : AL INSANU SIRRI WA ANA
SIRROHU. Artinya insan itu rahasiaku dan akupun rahasianya. Dan lagi
firmannya : AL INSANU SIRRI WA ANA SIRRI
WASIFATIN WA SIFATUN LAGOIRIH. Artinya insan itu rahasiaku, rahasiaku itu
sifatku, dan sifatku itu tiada lain daripada aku jua. Jadi jelas kepada kita
bahwa memang : LA MAUJUDA BIHAQQIN
ILALLAH. Artinya tiada yang maujud didalam alam ini, melainkan Allah.
Pandangan
yang demikian adalah dengan alasan-alasan :
1.
Semua zat mahluk itu nampak dilihat dengan mata
ini,itu bukan hakiki ( rusak ). Dan itu hanya ujud hayali dan wahmi jua,yaitu
sangka-sangka saja,dengan tidak beralasan,karena ujudnya berada antara dua
ADAM. Sedang ujud yang berada antara dua itu,hukumnya ADAM,yaitu : ujud hayal.
2.
Sedang ujud Adam itu tiada maujud pada
hakikatnya,hanyalah ia maujud kepada Allah Ta’ala yang hakiki dan fana dibawah
ujudnya. Ujud yang lain daripada ujud Allah semuanya qaim,artinya berhajat
kepada Allah Ta’ala. Jadi jelasnya begini dia tidak akan ujud,kalau tidak
diwujudkan oleh Allah Ta’ala. Yaitu : yang biasanya disebut dengan majhor atau
kenyataan ujud Allah Ta’ala.
3.
Adanya nyata : dan semua ujud ala mini adalah yang
dimaksudkan hanya sekedar dalil titian untuk memandang kepada zat Allah Ta’ala.
4.
Jadi pada pelajaran yang lalu itu sudah kita
jelaskan bahwa sifat-sifat yang ada pada mahluk ini nyata sifst-sifat Allah
s.w.t. Jadi kalau demikian jelas dan nyata bahwa : zat mahluk ini berarti juga
sesungguhnya nyata sifat dan afi ’al,tidak lepas dari zat.
5.
Ujud semesta ala mini tak ubahnya laksana debu yang
terbang atau diterbangkan oleh angin diangkasa : pada penglihatan mata ada,tapi
kalu dicari tak ada. Kalau sekiranya ada ujud ala mini pada hakikatnya,maka
pasti pula ada sifat-sifat atau af’al yang member bekas itu. Sedangkan semua
itu sifat dan af’al yang memberi bekas itu tidaklah ada,selain daripada sifat
dan af’al Allah Ta’ala semata-mata.
6.
SYEH SIDIK IBNU UMAR KHAN berkata : Semua ujud lain
daripada Allah Ta’ala,laksana ujud sesuatu yang kita lihat dalam mimpi. Tidak
ada baginya hakikat apabila kita terbangun dari tidur,maka hilanglah semua itu.
Begitulah hendaknya pandangan kita terhadap ujud ala mini sesuai dengan hadist
yang berbunyi : FALANNASU NIYA’AFAIJA
MA’ATU INTABAHUA. Artinya ; manusia adalah tidur apabila mereka
mati,barulah mereka bangun atau jaga.
Baiklah
hamba uraikan sedikit tentang hadist yang baru kit abaca tadi,supaya kita
faham. Manusia semuanya itu tidur,apabila bangun barulah mereka jaga,maksud
hadist ini tadi ialah : orang yang hidup dengan hawa nafsunya sendiri,bagaikan
orang yang tidur,walaupun ia dalam keadaan bangun. Mereka berbangga dengan nafsunya
sendiri dan dengan akuanya,tetapi orang yang telah sampai kepada rahasia yang
satu itu,itulah orang yang bangun dari tidurnya. Jadi siapapun yang masih
tidur,maka mereka itu tetap betah pada nafsunya sendiri,yaitu yang belum
mengembalikan hak Allah Ta’ala,mereka itu tetap dalam hak Adam Demikianlah
sepintas kilas hamba uraikan dan yang dimaksud mati disini ialah : mati ma’nawi
atau mati ma’na saja. Itu sesuai dengan hadist nabi s.a.w. yang berbunyi : ANTAL MAUTU QOBLAL MAUTU. Artinya matikan dirimu sebelum engkau mati. Jadi
disini adalah mati nafsu saja. Maka daripada itu untuk mematikan nafsu itu
jalannya ialah melepaskan diri dari belenggu penjajahan hawa nafsu angkara
murka. Jalannya ialah mengikuti jalan sufiah,yang mereka itu telah berada
dipuncak. Demikian seperti apa-apa yang hamba uraikan menurut yang terdahulu
itu. Untuk lebih mantapnya lagi, baiklah hamba bawa anda kedalam laut ma’rifat
yang penuh dengan ombak dan badai,sehingga anda bisa mabuk karenanya. Mabuk
disini artinya : Karam lenyap, hancur dan lebur kedalam hakikat hidup yang
sebenarnya. Yaitu lebur kedalam hidup yang sejati telah Esa dengan seisi alam
dan bersatu dengan seluruh per-kemanusiaan. Demikianlah contoh bagi orang yang
hendak mengenal diri. Sekarang baiklah kita berkisar pula kepada membicarakan
tentang makam fana atau maka binasa.
TAUHIDUS SIFAT MEESAKAN ALLAH TA’ALA PADA SEGALA SIFAT
TAUHIDUS SIFAT
MEESAKAN ALLAH TA’ALA PADA SEGALA
SIFAT
Maksudnya
meesakan Allah Ta’ala pada segala sifat ialah : megembalikan, meninggalkan
seluruh sifat-sifat yang ada pada mahluk ini kedalam sifat-sifat Allah s.w.t.
dengan pengertian yaitu memfanakan
sifat-sifat mahluk ini,kedalam sifat-sifat Allah Ta’ala sehingga tercapailah pandangan,bahwa
tidak ada yang bersifat kecuali Allah
Ta’ala saja.
Adapun
tujuannya adalah untuk ma’rifat kepada Allah,sedangkan sifat-sifat yang ada
pada mahluk ini adalah nyata sifat-sifat Allah Ta’ala. Dan sengaja Allah
sahirkan sifat-sifatnya itu kepada hambanya atau mahluknya, karena rahmatnya
supaya mahluk itu sendiri mempunyai tangga dan jembatan untuk mengenal
sifat-sifat Allah. Dan bukan jadi dinding dan hijab untuk melihat sifat-sifat
Allah, Tuhan yang kita cari, kita cintai.
Adapun
kaifiat dan cara memandang sifat Tuhan itu ialah :
Engkau
pandang dengan hatimu dan dengan mata kepalamu dengan hakkul yakin dan dengan
itiqad yang putus, bahwasanya tidak ada yang bersifat dialam alam ini kecuali
Allah. Seperti : kudrat, iradat, ilmu, hayat, sama, basyar dan kalam. Semuanya
adalah sifat-sifat Allah.
Jadi
sifat-sifat yang ada pada mahluk ini adalah sifat-sifat majaji belaka,bukan
hakiki. Maka daripada itu nyatalah kepada kita bahwa sifat-sifat yang ada pada
kita sekarang ini adalah nyata sifat-sifat Tuhan Allah semata. Kalau kita sudah
mengembalikan sifat-sifat yang ada pada kita itu kepada Allah, niscaya fanalah
sifat-sifat kita itu kepada sifat-sifat Allah.
Sehingga
tidak ada lagi yang bersifat,kecuali Allah. Jadi jelaslah sudah kepada kita
bahwa : kita ini tidak punya perbuatan,tidak punya nama dan tidak punya sifat
kecuali Tuhan. Sekarang tinggal lagi mengeesakan Allah Ta’ala pada Zatnya.
BEBERAPA PENJELASAN
Sebelum
kita membicarakan tentang tauhidul Zat. Maka marilah kita jelaskan dahulu
tentang tauhidis sifat itu tadi. Didalam istilah ilmu tasauf ada beberapa
perkataan yang menyangkut masalah sifat
itu tadi. Kata-kata itu seperti dibawah ini :
ZAIDUN MAAQAAMA, MANQALA,
MANFAKA, MAAKUMA, LA’UDMA, QADIMUN, LA HANA.
Maksudnya
ialah : tentang dari sifat-sifat itu
sebagai berikut :
Sifat-sifat
Allah itu tidaklah berdiri kepada ZAT. ( tidak berdirinya seprti sifat hitam
kepada sesuatu benda ). Maksudnya tidak berpindah dari Zatnya, tidak terlepas
daripada Zatnya. Dan tidak tersembunyi dari Zatnya, bukan berarti tidak ada.
Dia qadim karena qadimnya zat,dan tidak akan binasa selamanya, jadi begitulah
hakikat sifat-sifat Tuhan tidak pernah berpindah kepada mahluknya. Ia seperti
nafi isbat jua,tidak bercerai dan tidak bersatu,tetapi memang satu dalam
rahasia. Maka dari itu supaya hambanya
dapat mengenal sifat-sifat Tuhan. Ia zahirkan NUR dan benderangnya
sifat-sifatnya itu kepada Roh kita, seperti sudah kita jelaskan dahulu tadi.
Jadi
kalau tahkik pandangan kita dengan cara demikian, niscaya fanalah sifat-sifat
kita dan mahluk sekaliannya kedalam sifat Allah. Maka dapatlah kita rasakan
bahwa : tidak mendengar kita, tidak melihat kita, tidak berkata-kata kita,
tidak tahu kita, melainkan dengan pendengaran Allah, dengan penglihatan Allah,
dengan kalam Allah, dengan tahunya Allah. Dan tidak hidup kita ini,melainkan
hayatullah zat, hingga yang lainya daripada sifat-sifat Allah s.w.t.
semata-mata. Demikianlah penjelasan hamba. Baiklah kita teruskan kepada
mengeesakan Allah Ta’ala pada ZAT,agar supaya para penuntut menjadi maklum
adanya.
TAUHIDUL ASMA ME-ESAKAN ALLAH TA’ALA PADA ASMA
TAUHIDUL ASMA
ME-ESAKAN ALLAH TA’ALA PADA ASMA
Maksud
dan tujuan meesakan Allah Ta’ala pada nama : yaitu yang sebenarnya ialah untuk
mengenal Zat Allah,sehingga manakala kita memandang,mendengar,atau melihat nama
apapun jua pada mahluk ini,maka tercurahlah pandangan basyirah kita dan
perhatian kita kepada Allah s.w.t. Adapun pengertiaan meesakan sama itu ialah
menyatukan,meninggalkan,dan mengembalikan seluruh nama-nama atau nama-nama yang
ada pada mahluk ini,kepada nama dan Zat Allah Ta’ala. Baik nama-nama yang
menurut hikmah dan manfa’at daripada benda ala mini ataupun nama-nama menurut
perbuatan mahluk ini,yang disebut dengan nama perbuatan atau asmaul af’al.
Sekira-kira dalam pandangan basyirah
hati kita tidak ada yang bernama kecuali Allah. Jadi nama-nama ini tidak
terbatas kepada asmaul husna saja,tetapi lebih luas dan lebih mendalam sekali
atau tak dapat dihinggakan. Bermula kalfiat meesakan Allah Ta’ala pada asma
itu,yaitu kita pandang dengan mata kepala dan dengan mata hati kita pada asma
Tuhan semata. Atau harus dikembalikan kepada Allah Ta’ala dengan dalil-dalil
dan alasan sebagai berikut :
1.
Karena af’al mahluk adalah majhor dan kenyataan
perbuatan Allah. Maka begitu juga asma mahluk adalah majhor asma Allah yang
tujuannya adalah untuk mengenal Allah.
2.
Tiap-tiap nama menuntut ujud musama,yakni tiap-tiap
nama tidak pisah dengan zat yang empunya nama. Sedangkan kalau diperiksa dengan
teliti dan dipandang dengan pandangan ma’rifat,maka tidak ada yang maujud pada
hakikatnya kecuali Zat Allah Ta’ala.
3.
Allah berfirman : WALILLAHIL ASMA UL HUSNA FAD’UHU
BINAA. Artinya : Bagi Allah ada nama yang baik-baik ,maka beroleh kamu dengan
DIA.
4.
Sabda Rasulullah S.A.W : INNAMA TAD’UUMA MAN HUWA
SAMI’UN BASYIRUN,MUTAKALLIMUN, WA HUWA
MA’AKUM AINAMA KUNTUM. Artinya : hanya saja kamu berdoa kepada Tuhan yang maha
mendngar lagi maha melihat,dan yang berkata-kata dan DIA selalu beserta kamu
dimana saja kamu berada.
Adapun
cara kita mamusahadakan pandangan ini ialah dengan dua cara yaitu : SYUHUDUL
KASRAH FIL WAHDAH dan SYUHUDUL WAHDAH
FIL KASRAH. Artinya : Pandang yang banyak pada yang satu. Dan pandang yang satu
pada yang banyak. Disni hamba simpulkan saja bahwa : Seluruh ASMA ini dari
Allah dan kembali kepada Allah. Jadi pada hakikatnya nama-nama yang ada pada
mahluk ini nyata adalah : nama-nama Tuhan Allah.
Maka
dari itu wahai sekalian penuntut,mantapkan lah pandanganmu dalam segala perkara,supaya ia tetap bagimu.
Kalau sudah mantap pandanganmu, maka engkau yang bernama halifah Tuhan dalam dunia
fana ini. Sekarang baiklah kita teruskan tentang meesakan sifat Allah Ta’ala.
Tetapi sebelum kita membicarakan tentang meesakan sifat Allah Ta’ala : maka
baiklah anda sekalian hamba bawa kepada membicarakan tentang ayat Alqur’an yang
berbunyi : FA’ILUN ILALLAH, Artinya SEMUA KERJA DARI ALLAH. Maka yakinlah kita sekarang ini tak da yang perlu kita
ragukan lagi. Karena sysk dan ragu itu adalah musuh kemerdekaan akal.
Demikianlah penjelasan hamba mengenai tauhidul asma. Sekarang baiklah kita
teruskan kepada membicarakan tentang me-esakan Allah Ta’ala pada sifat,artinya
: seluruh sifat-sifat yang ada dalam alam ini,siempunya kepada sifat Hayat.
TAUHIDUL AF’AL. MENGESAKAN ALLAH TA’ALA PADA PERBUATAN
TAUHIDUL AF’AL.
MENGESAKAN ALLAH
TA’ALA PADA PERBUATAN
Dalam
pelajaran atau pengajian-pengajian kita yang terdahul sudah kita jelaskan/kita
sampaikan, titik tujuan pelajaran dan ilmu tasawuf adalah menuju jalan kembali
kepada Allah dan supaya liqo/ bertemu Allah, maka jalan bagi salik/ penuntut
haruslah dimulai dengan mempelajari dan mengamalkan tauhidul af’al, artinya :
me-esakan Allah Ta’ala pada segala perbuatan,yakni meninggalkan seluruh
perbuatan yang ada pada makhluk ini kepada Allah.maksudnya pandanganlah olehmu
dengan syuhud hati dan dengan mata mata kepala dengan itikad yang putus dan
dengan haqqul yakin, bahwa segala perbuatan dan gerakan yang ada terlihat dalam
ala mini, baik yang datang dari diri kita sendiri maupun yang datang dari semua
mahluk yang ada dalam ala mini : baik perbuatan yang diridhoi oleh syara maupun
yang dilarang oleh syara ; adalah kesemuanya itu perbuatan Allah Ta’ala.
Memang
itu perbuatan Allah; maka kalau kita lihat pada lahirnya segala perbuatan itu
dilakukan oleh manusia/hamba dan segala hayawan dan lain-lain sebagainya.
Tetapi namun kita teliti dengan cermat dan dengan penuh keyakainan dan dengan
tinjauan akal, dengan seksama bahwasanya memang mahluk ini lemah, daif, hina
tak punya daya upaya sama sekali. Dan tidak punya sifat ta’sir dan sebagainya.
Sedangkan segala pebuatan itu tidak akan ada kalau sifat yang memperbuat itu
tidak memiliki sifat-sifat tsb. Sifat-sifat ta’sir itu ialah Qudrat, Iradat,
ilmu, hayat sedang semua sifat-sifat itu ialah kepunyaan dan milik Allah. Jadi
segala perbuatan yang ada terlihat pada ala mini dan diri kita, itulah
perbuatan mazazi belaka,dan bukan hakiki. Itu adalah majhor dan kenyataan
perbuatan Allah kepada kita.
Allah
menyandarkan perbuatannya kepada kita, adalah tanda kasih sayangnya, supaya
kita punya titik dan penempatan mengenal perbuatan Allah dan ZATnya. Disamping
itu juga merupakan coba dan ujian kepada kita ; apakah kita sanggup memandang
perbuataan Allah, atau menjadi orang buta dan sirik, mengakui/kekuatan dan
perbuatan dia sendiri lahir dan bathin/luar dan dalam.
Kenyataan
dan kejahiran perbuatan Allah kepada hambanya ; inilah oleh kaum sufi disebut
usaha ihtiar hamba. Dan disinilah takluknya hokum syara’.
SYEH
WAHAB SYAHRANI berkata ; beliau ada mendengar dari syaidina ALI AL HAWAS ia
berkata : Wajib bagi hamba meng’itiqadkan bahwa segala perbuatan dan usaha
ikhtiar hamba, sama sekali tidak member bekas dangan sekira-kira takwin dan
atsar. Lebih jauh beliau berkata, Allah menghendaki mengadakan suatu harakat
atau yang disebut gerak perbuata, maka tidak akan ada ujunya kecuali pada maddah atau tempat yang menerima
hokum yang dimaksud ; mustahil ada ujud gerak atau perbuatan tanpa ada maddah
itu. Maka yang dijadikan maddah atau tempat menjahirkan perbuatan Allah itu,
adalah hamba dan lain-lainnya. Itulah sebabnya dipandang ada segi lain, ada
perbuatan hamba.
Sanagat
banyak sekali penjelasan dalam Al qur’an dan hadits-hadits nabi yang memberikan
keterangan2 bahwa hamba atau mahluk ini
sama sekali tidak punya perbuatan. Antara lain menegaskan, WALLAHU KHOLAQOKUM
WAMAA TA’MALUN artinya : Allah yang menjadikan kamu dan segala perbuatan kamu.
(surah as shaa ayat 96).
Dan
lagi ayat yang berbunyi : WAMAA ROMAITA IZROMAITA WALAKINNALAHA HAROMA Artinya
; Hai Muhammad bukanlah engkau yang melempar dikala engakau melempar, tapi
Allah lah yang melempar dikala engkau melempar. ( surah anfaal 17 ).
Jadi
untuk kemantapan pandangan kita,kita harus selalu melatih diri dengan tidak
bosan-bosannya mensyuhud perbuatan Allah Ta’ala Azzawazalla.kita hendak lah
dalam hidup ini tidak hanya melihat yang tersurat saja,tetapi juga yang
tersirat. Dengan basyirah hati kita ini, biar saja mata melihat perbuatan
alam,namun dalam hati melihat perbuatan Allah.
Biar
saja telinga mendengar alam, namun hati kepada Allah. Biar saja mulut
mengatakan perbuatan si A si B dan si C, namun hati tetap tercurah kepada
Allah. Boleh saja buat misal sekedar untuk mendekatkan kepada Allah (kepada
faham). Bahwa alam AKUAN yang kita lihat ini dengan bermacam-macam corak dan
ragam, hendaknya tak ubahnya laksana kita melihat bayang2 yang man hati kita
akan tertuju kepada yang punya bayang2 itu. Tidak mungkin bergerak bayang
bayang, tanpa bergerak yang punya bayang2. Jadi kesimpulannya adalah : tiada
yang hidup, tiada yang tahu, tiada yang kuasa, tiada yang berkehendak dan tiada
yang berkata-kata pada hakikatnya melainkan Allah Ta’ala.
Adapun
zahir sifat ini kepada mahluk adalah tempat memandang sifat2 Tuhan yang zahir
pada mahluk, yakni bayang2 sifat tuhan kepada hamba. Seperti ujud kita adalah
bayang2 ujud Allah Ta’ala. Mustahil ujud bayang2 dengan tiada ujud yang mempunyai/empunya bayang2. Dan mustahil
pula bergerak bayang2 dangan tiada bergerak yang empunya bayang2. Bermula misal
ini karena untuk menghampirkan faham jua adanya.
Jadi
untuk kemantapan pandangan ini bahwa mahluk ini tiada mempunyai perbuatan
barang perbuatan, hanya saja perbuatan yang ada dalam ala mini perbuatan,hanya
saja perbuatan Tuhan Allah semata-mata. Dan jika engkau sangka ada perbuatan
lainnya daripadanya, walaupun sebesar zarroh, maka sirik lah engkau,artinya :
mensekutukan Tuhan dengan lainnya,(syirik khafi).
Demikianlah
orang yang hendak me-esakan Allah Ta’ala pada Af’al atau perbuatan, tanamkanlah
keyakinan kita itu kedalam lubuk jiwa yang sangat mendalam. ,sekira2/tidak
bergeser walau sebesar zarrohpun, kalau sudah mantap pandangan akan Af’al Allah
Ta’ala maka manunggallah perbuatanmu (manunggal dalam rahasia) dengan
Af’al-Nya.
Subscribe to:
Posts (Atom)